TEMPO.CO, Yogyakarta - Ketua Perhimpunan Kedokteran Nuklir, Eko Purnomo, teknologi nuklir kedokteran memungkinkan defisit biaya yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan bisa berkurang.
“Contohnya untuk pengobatan kanker getah bening tanpa harus melalui operasi yang menelan biaya banyak dan itu bisa dilakukan oleh ahli kedokteran nuklir,” kata Eko di Hotel Royal Ambarrukmo Yogyakarta, Jumat, 6 September 2019.
Eko menyebutkan teknologi nuklir sudah sejak lama digunakan di dunia medis, namun orang sakit masih takut dengan kata nuklir. Padahal pengobatan medis dengan teknologi nuklir justru lebih efisien dan lebih irit biaya. Bahkan mayoritas penyakit dengan penyembuhan melalui teknologi nuklir ditanggung dengan BPJS Kesehatan.
Selama ini nuklir yang ada di benak masyarakat merupakan sesuatu yang mengerikan. Namun sebetulnya teknologi nuklir sudah bisa dimanfaatkan untuk pengobatan berbagai penyakit termasuk kanker ganas yang menjadi salah satu faktor penyebab kematian tinggi di Indonesia pada penyakit tidak menular.
Dengan memanfaatkan radio isotop buatan BATAN (Badan Teknologi Nuklir Nasional), teknologi nuklir bisa dimanfaatkan untuk pengobatan. Biaya pengobatan kanker ganas getah bening dengan metode operasi hingga proses penyembuhan dengan kemoterapi satu paketnya bisa menelan hingga menghabiskan Rp 100 juta.
Jika menggunakan metode kedokteran nuklir, kanker ganas betah bening mati hingga akar-akarnya hanya membutuhkan sekitar Rp 9 juta saja. “Jika ditanggung BPJS, sangat bisa mengurangi biaya yang dikeluarkan,” kata Eko. Pengobatan penyakit gondok juga bisa dilakukan dengan metode yang sama tanpa dilakukan operasi dan tidak harus mengkonsumsi obat-obatan terus menerus.